Mimpi dan Angkot
Dua atau tiga tahun ini saya sedang mencintai dunia baru. Ini bukan kali pertama saya belajar hal baru.
Sebelumnya, saya pernah belajar bikin blog, SEO, Premiere Pro, Photosop, bahkan Coding. Semuanya terasa menyenangkan.
Saat ini fotografi.
Sebetulnya cinta dengan fotografi bukan terjadi hanya belakangan ini. Saya sudah mencintai dunia ini jauh sebelum tiga atau empat tahun belakangan. Mungkin bahkan tujuh atau delapan tahun yang lalu.
Sebagaimana anak pada umumnya, saya juga punya cita-cita. Mulai dari dosen, hingga sopir taksi. Betul, saya dulu sempat bercita-cita sebagai sopir taksi.
Tapi, dari semua cita-cita itu, hanya menjadi seorang jurnalis lah yang berhasil bertahan sampai sekarang.
Jurnalis adalah satu-satunya profesi yang mengakomodir dua hal yang saat ini sedang saya tekuni (fotografi, dan menulis).
Bodohnya, saya tidak memikirkan cita-cita itu dengan matang. Saat masuk kuliah, keinginan saya untuk menjadi dosen lebih kuat dari apapun.
Tapi, saya sadar bahwa perjalanan ini tidak sepenuhnya salah. Saya masih punya kesempatan untuk belajar menjadi banyak hal, termasuk jurnalis.
Kalau kata Pandji Pragiwaksono, kantor (kerjaan) sama seperti angkot. Kalau mau sampai ke tujuan, kita harus naik angkot dengan benar.
Kalau tidak bisa (karena suatu alasan yang mendesak), pilihannya ada tiga.
Pertama, jalan saja dengan angkot yang tidak sesuai dengan tujuan kita.
Kedua, jalan saja dengan angkot yang tidak sesuai dengan tujuan, sembari mencari angkot yang berjalan ke arah tujuan kita.
Ketiga, menunggu angkot yang sesuai dengan tujuan kita, dengan resiko, kita sedikit tertinggal dari orang-orang yang ada di halte bersama kita.
Posting Komentar untuk "Mimpi dan Angkot"
Beri saran