Agama dan Kemanusiaan, Lebih Penting Mana?
Saya tertantang menulis ini setelah ada pertanyaan muncul dari teman saya. Dia bertanya, lebih penting mana, salat (agama) atau kemanusiaan?. Saya rasa semua orang bisa menjawab ini sesuai dengan prespektifnya masing-masing.
Orang agamawan akan menjawabnya sesuai dengan ajaran agama mereka, dan orang agnostik atau atheis akan memilih untuk menjawab selogis mungkin --sesuai dengan pengetahuan mereka.
Saya secara ideologi tidak menempatkan diri di antara kedua golongan di atas. Meskipun saya terlahir, besar, dan bahkan belajar di lingkungan agama sedari kecil.
Tapi, ketika dihadapkan pada pilihan berpikir, saya lebih ingin menggunakan daya nalar sederhana yang saya miliki ketimbang saya harus mencari dalil yang ujung-ujungnya akan berjumpa pada kalimat "ya gimana, wong dalilnya begitu".
Saya tidak menganggap itu sebagai hal yang buruk. Tapi, alasan saya tidak ingin terlalu sering menggunakan dalil sebagai pencarian jawaban juga karena kepercayaan saya terhadap agama saya yang mewajibkan seluruh manusia untuk berijtihad.
Ijtihad yang saya maksud bukan menentukan sebuah hukum agama atau menentukan persoalan benar salah, namun hanya sebatas sebagai sarana bernalar dalam rangka menanggapi isu-isu sosial yang sedang hangat.
Sebelum membahas lebih jauh mana yang lebih penting agama atau kemanusiaan. Kita harus paham dulu apa itu agama. Agama merupakan sistem yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan bahkan manusia dengan alam. Di Indonesia agama berguna sebagai identitas masyarakat. Mengingat di Indonesia masyarakatnya masih sangat menjunjung tinggi nilai moral.
Agama mengatur hubungan dengan Tuhan, bagaimana cara beribadah, bagaimana cara meminta, dan bagaimana cara menyenangkan Tuhan. Selain itu, agama juga mengatur hubungan manusia dengan manusia. Hal ini bertujuan untuk mengatur (sekali lagi) moral manusia.
Dan agama juga mengatur hubungan manusia dengan alam --sebenarnya hubungan manusia dan alam tidak tercatat dalam KBBI, tapi tanpa perlu menengok KBBI lebih dalam lagi, semua orang tahu bahwa agama juga peduli terhadap hubungan manusia dan alam.
Sebagai contoh, agama Islam mengatur hubungan manusia dengan alam ketika masa peperangan. Dalam peperangan Tuhan melarang umat Islam untuk menebang pohon atau meruntuhkan bangunan dan membumihanguskan daerah.
Rasanya kita tidak perlu membahas lebih penjang mengenai hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan alam, kita hanya perlu mencermati hubungan manusia dengan manusia.
Seperti yang sudah tertulis sebelumnya bahwa agama juga mengatur kemanusiaan. Mulai dari hubungan sosial bertetangga, hingga hubungan antara pemimpin dan rakyatnya. Semuanya diatur. Dan aturan antara manusia dengan manusia tentu memiliki tujuan yaitu kemanusiaan, atau bahasa kerennya humanity.
Yuval Noah Harari, seorang ilmuwan terkemuka penulis buku Sapiens mengemukakan dalam bukunya, bahwa agama adalah salah satu alat pemersatu umat manusia selain imperium dan uang. Mengapa demikian?
Agama di bawa oleh seorang utusan Tuhan yang membawa pesan-pesan kemanusiaan, dan merangkul semua golongan. Agama tidak membatasi pengikutnya berdasarkan suku, warna kulit, atau warna bendera. Agama menerima semua manusia yang ingin mempercayainya.
Selama ini agama-agama besar di dunia telah berhasil membangun sistem kepercayaan universal yang dapat dianut oleh semua penduduk dunia. Tidak ada yang bisa menolak dan menerima sebagian saja dari agama. Tidak akan ada perbedaan antara orang Afrika dengan orang Indonesia dalam hal beribadah, jika keduanya memeluk agama yang sama.
Lebih dari itu, agama membawa semangat kesatuan yang cukup kuat. Orang Islam cenderung menganggap bahwa orang di negara manapun, sejauh apapun, seputih atau sehitam apapun kulitnya, sebagai saudara. Bukan saudara yang terlahir di rahim yang sama, tapi saudara seiman. Itu lah yang kemudian akan mendorong persatuan dan berujung pada perdamaian.
Pertengkaran hanya akan terjadi jika satu orang dengan orang yang lain, atau satu kelompok dengan kelompok yang lain tidak saling mengenal --saya tidak akan menggunakan istilah tak kenal maka tak sayang, kalimat itu rasanya sudah terlalu membosankan di telinga saya.
Orang cenderung memilih untuk bertengkar dengan orang yang tidak mereka kenal, dan tidak akan bertengkar atau berseteru dengan kawannya sendiri.
Orang yang beradu mulut di jalan adalah sebagai contoh. Mereka menunjuk-nunjuk orang lain dengan jari telunjuk, dan berteriak seperti orang yang sedang kerasukan amarah yang tidak terkendali. Hal yang sebenarnya terjadi, biasanya tidak semua masalah yang mereka perdebatkan adalah masalah yang serius dan sukar untuk diselesaikan secara damai.
Kebanyakan perdebatan di jalanan disebabkan oleh masalah-masalah yang sebenarnya sepele. Menyerempet kaca spion, mengklakson terus menerus, dan bahkan persoalan menyalip saja seringkali disalahpresepsikan. Itu semua terjadi karena kita tidak saling kenal --terlepas dari sebenarnya mereka juga memiliki agama yang sama, jika itu dibahas, masalahnya akan semakin rumit.
Agama menyatukan manusia, agama memiliki konsep persaudaraan seiman. Menganggap orang yang memiliki Tuhan dan nabi yang sama adalah saudara. Agama memiliki konsep kemanusiaan sebelum konsep humanity Barat dikampanyekan.
Agama telah lahir ribuan tahun yang lalu dan sudah mengusung konsep kemanusiaan. Tentu konsep kemanusiaan yang ada di agama berbeda dengan humanisme di Barat. Agama memiliki gaya tersendiri dalam mengatur kehidupan sosial manusia.
Konsep-konsep dalam agama sebenarnya juga mencerminkan sisi-sisi kemanusiaan. Saya akan mengambil tiga konsep agama paling masyhur yang umum dan dimiliki oleh sebagian besar agama besar di dunia. Yaitu jamaah, salam, dan sedekah. Ketiga ajaran agama ini akan merepresentasikan bahwa agama meletakkan hubungan manusia dengan manusia di level yang tinggi.
Umat beragama selain memiliki simbol agama dalam bentuk kitab atau benda, mereka juga memiliki bangunan tempat dimana mereka beribadah, memuja dan menyembah Tuhan mereka. Mereka melakukan ibadah secara bersama-sama, atau dalam bahasa yang sering kita kenal adalah jamaah.
Konsep jamaah adalah konsep dimana orang beragama berkumpul di satu tempat, duduk bersebelahan untuk tujuan menyembah Tuhan. Agama-agama besar seperti Islam, Kristen, dan Katolik mempunyai itu.
Berjamaah di tempat ibadah boleh dilakukan oleh siapa saja, berjamaah di tempat ibadah tidak mengenal suku, warna kulit dan kewarganegaraan. Kita bisa beribadah di masjid pelosok Surabaya meskipun kita berkewarganegaraan Somalia. Asalkan kita berkeyakinan yang sama, maka kita akan diterima sebagai saudara seiman.
Dari konsep berjamaah atau bersama-sama dalam menyemah Tuhan tersebut kita bisa memaknai kemanusiaan dari sisi agama. Bahkan dalam Islam, ibadah yang dilakukan dengan cara berjamaah lebih diutamakan dari ibadah yang dilakukan secara sendirian. Perbandingannya adalah 1 banding 27. Satu untuk ibadah sendiri, dan 27 untuk ibadah secara berjamaah.
Tidak mengherankan apabila agama sangat cocok untuk masyarakat yang komunal. Bagaimana tidak, agama tidak akan bisa eksis tanpa dipercayai oleh ribuan, ratusan atau jutaan orang (Dalam konteks ini saya memisahkan antara eksistensi agama dengan eksistensi Tuhan)
Agama Islam dan Kristen adalah contoh yang sangat ideal bagaimana sebuah agama membutuhkan kelompok manusia untuk memeluknya. Tanpa pemeluk, agama tidak bisa berkembang. Kedua agama tersebut hadir dan mempunyai misi untuk menyebarluaskan ajarannya.
Kristen dengan Gold Glory Gosvel nya, dan Islam dengan dakwah dan ekspansi politiknya. Islam pada zamannya adalah agama dengan basis politik yang sangat kuat.
Islam mampu menguasai dunia dari Asia hingga Eropa. Bahkan ada juga yang mengatakan Islam lebih dahulu menemukan Amerika. Terlepas dari itu Islam mengepakkan sayapnya menuju sebuah imperium besar di bawah satu kekuasaan yang awalnya teokrasi menjadi monarki.
Keseluruhan bangsa tersebut bersatu di bawah kekuasaan Islam. Maka layak jika agama merupakan salah satu alat pemersatu umat manusia.
Jamaah mencerminkan sistem yang mewadahi masyarakat banyak.
Tidak akan ada konsep jamaah jika agama tidak dianut oleh banyak orang. Dari semua bangsa yang beermacam-macam dan beraneka ragam tersebut, agama berusaha untuk menyatukan mereka. Tidak heran jika semangat keagamaan biasanya berbanding lurus dengan semangat kebersamaan.
Lahirnya contoh-contoh sosial yang lahir karena agama berdampak pada munculnya konsep-konsep "baru" sebagai pemersatu bangsa. Sebagai peneduh dan penyambung persaudaraan agama mengenal konsep salam. Agama mengenal salam sebagai sapaan antar umat beragama. Mereka melazimkan itu dan membiasakan diri dengan sapaan salam yang sudah disepakati bersama yang kemudian membudaya.
Agama mempunyai salamnya masing-masing. Redaksi yang berbeda dari masing-masing salam tidak membuat makna dari salam menjadi berbeda juga.
Salam adalah salah satu bukti bahwa agama menjunjung kemanusiaan. Salam ditujukan kepada manusia, bukan kepada Tuhan. Assamualaikum bagi orang Islam, atau Shalom bagi orang Kristen dan Katolik memiliki arti yang sama yaitu mendoakan keberkahan dari pengucap salam kepada penerima salam.
Salam memberikan kita gambaran bahwa manusia beragama diharuskan memiliki kepedulian dan kasih sayang kepada sesama manusia. Bagaimana mungkin kita akan berseteru dengan orang yang kita salami, alih-alih berseteru, faktanya kita sedang mendoakan mereka.
Salam merupakan budaya yang sudah mendarah daging. Tidak ada pertemuan tanpa salam. Seorang guru yang baru saja masuk ke dalam kelas dengan puluhan murid yang sudah menunggu akan mengucapkan salam sebelum memulai menyampaikan meterinya, seorang presiden yang akan menyampaikan pidato kenegaraan di depan puluhan kamera wartawan dan jutaan mata yang menyaksikan di televisi akan mengawali ucapannya dengan kalimat salam.
Salam tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehar-hari. Menjadi sebuah kewajiban bagi seseorang untuk menjawab salam dari orang lain. Karena doa yang sedang orang lain sampaikan melalui salam adalah baik, dan kebaikan idealnya harus dibalas dengan kebaikan pula.
Mendoakan secara spritual adalah memberikan hadiah atau berkat kepada orang lain, namun tidak dalam bentuk fisik. Memberi dalam bentuk fisik dalam agama tercermin dalam ajaran sedekah. Sedekah dianjurkan oleh sebagian besar agama. Umat beragama bersedekah dengan tujuan kebaikan, dan tentunya kemanusiaan. Sedekah mencerminkan sikap kepedulian manusia terhadap sesama manusia.
Tuhan memerintahkan melalui agama untuk bersedekah dengan manusia lain tentu memiliki tujuan kemanusiaan yang sangat riil. Tuhan tidak meminta untuk disedekahi. Artinya Tuhan sedang membimbing manusia untuk peduli terhadap sesama melalui konsep atau ajaran sedekah.
Bagi orang yang taat beragama, mereka meyakini bahwa sedekah akan membantu mereka untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Apa yang dikeluarkan untuk disedekahkan kepada orang lain biasanya berbarengan dengan pengharapan terhadap pengembalian yang lebih besar. Bukan pengembalian yang berasal dari orang yang disedekahi, namun pengembalian yang didapat dari Tuhan. Hal itu wajar, tidakkah sebuah ketamakan adalah naluri dari semua manusia?.
Tapi terlepas dari itu, sedekah memberi pelajaran bagi manusia untuk bersifat dan berperilaku peduli. Sedekah membuka batin manusia dan menyadarkan manusia bahwa masih banyak manusia yang membutuhkan sesuatu dari kita. Dan sekali lagi, bahwa sedekah diperuntukkan untuk manusia, bukan untuk Tuhan. Tuhan hanya mengajari kita untuk berperilaku baik kepada sesama manusia.
Tiga hal di atas sudah cukup membuktikan bahwa agama sangat peduli terhadap kemanusiaan. Tidak ada satu pun agama yang menganjurkan pemeluknya untuk membunuh atau menganiaya manusia lain.
Bahkan kedudukan manusia dalam agama Islam adalah sebagai khalifah. Sebelumnya, ada tiga kedudukan yang dimiliki manusia selain menjadi khalifah. Yaitu pertama, sebagai makhluk, kedua sebagai hamba Tuhan, dan ketiga sebagai khalifah. Ketiga kedudukan itu adalah tingkatan dari rendah ke tinggi.
Manusia sebagai makhluk adalah kedudukan terendah manusia. Manusia diciptakan sebagai makhluk yang sama dengan makhluk lainnya, saya membahasakannya dengan manusia biologis. Manusia biologis tidak memiliki perbedaan dengan hewan. Tulang, daging, kulit, otak, dan rambut. Semua itu tidak berbeda dengan hewan-hewan yang sering berseliweran di depan mata kita.
Satu tingkatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai makhluk adalah manusia sebagai hamba Tuhan, atau manusia religius. Dari tingkatan ini manusia sudah memiliki perbedaan dengan hewan. Hewan memang makhluk Tuhan tapi hewan tidak diberikan perintah untuk mengabdi pada Tuhan. Pengabdian manusia terhadap Tuhan menjadikannya berbeda dan (tentu) lebih istimewa ketimbang hewan.
Menjadi hamba Tuhan tidaklah mudah. Manusia diharuskan untuk mencurahkan waktu, kemampuan, otak, dan hati mereka untuk Tuhan. Manusia berkewajiban untuk taat kepada aturan Tuhan yang disampaikan lewat Nabi. Tapi, seperti yang kita tahu bahwa Jin juga makhluk Tuhan yang diciptakan untuk beribadah kepada Tuhan. Lantas apa istimewanya manusia dengan Jin? (saya tidak mempersoalkan keyakinan Anda tentang kepercayaan terhadap adanya Jin).
Kedudukan sebagai hamba Tuhan mendorong manusia untuk berperilaku menjaga dan melindungi ciptaan Tuhan yang lainnya, terutama di bumi. Hal itu yang membuat manusia memiliki kedudukan yang ketiga yaitu sebagai khalifah. Kedudukan ketiga inilah yang membedakan manusia dengan Jin.
Khalifah secara bahasa adalah pengganti, atau dalam sejarah nama khalifah biasanya dinisbatkan kepada seorang pemimpin. Tuhan menciptakan manusia di bumi sebagai pemimpin. Sebagaimana seorang pemimpin pada umumnya, manusia memiliki misi untuk mejaga bumi. menjaga bukan saja menempati dan memanfaatkan kekayaan bumi. Tapi juga menjaga ekosistem alam, menjaga rantai makanan di hutan, menjaga dari pencemaran lingkungan, menjaga dari karusakan ozon, dan lain sebagainya. Mana mungkin seorang pemimpin merusak seuatu yang mereka pimpin.
Jabatan atau kedudukan manusia sebagai pemimpin bumi yang diberikan Tuhan sebenarnya sudah sangat menunjukkan bahwa Tuhan dan agama sangat peduli terhadap manusia. Manusia bukan spesies yang sama dengan yang lain, manusia berbeda, manusia sempurna, dan istimewa.
Agama sangat menghormati kemanusiaan dan memberikan kedudukan yang sangat tinggi kepada manusia. Lantas mengapa sekarang orang banyak membenturkan agama dengan kemanusiaan? Tidakkah kemanusiaan adalah salah satu dari misi agama?
Jawaban dari pertanyaan di atas adalah karena perlakuan pemeluk agama yang tidak mencerminkan ajaran agamanya secara normatif. Bahkan komedian favorit saya Tretan Muslim dan Coki Pardede pun mengatakan dalam kaos yang sering mereka pakai bahwa humanity above religion. Bagaimana mungkin agama yang mengusung kemanusiaan derajatnya lebih rendah daripada kemanusiaan itu sendiri?
Kita bisa menyikapi hal itu secara bijak. Yang Coki dan Muslim lakukan adalah kritik terhadap fenomena sosial keagamaan yang sedang terjadi. Mereka melihat bahwa orang beragama di Indonesia cenderung mengesampingkan kemanusiaan dalam rangka membela atau menuhankan agama mereka. Saya, Anda, dan kita semua tidak bisa mengelak dari itu.
Lantas dakwah seperti apa yang bisa kita terapkan untuk memperbaiki prespektif yang salah tersebut? Tidak ada. Tidak ada yang perlu kita dakwahkan untuk mengubah prespektif orang lain. Kita hanya perlu menjalankan ajaran agama sebagai sebuah simbol ketaatan kita terhadap agama. Jika saya dan Anda mengaku umat yang beragama, maka tidak ada hal lain yang bisa kita lakukan selain menjalankan perintah agama dengan baik dan benar.
Posting Komentar untuk "Agama dan Kemanusiaan, Lebih Penting Mana?"
Beri saran