Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Monumen Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Aset Lamongan yang Seharusnya Tidak Dibiarkan Rusak


Kapal Van Der Wijck sudah tenggelam kurang lebih 88 tahun yang lalu, tapi monumennya sampai sekarang masih berdiri di pinggir pantai Brondong, Lamongan.

Namun sayang, monumen yang sarat akan sejarah dan kenangan masa lalu itu kini tak diperhatikan dan tampak diabaikan oleh pemerintah daerah.

Hamka memperkenalkan peristiwa tenggelamnya kapal Van Der Wijck melalui novelnya yang sangat fenomenal.

Novel itu sampai dijadikan sebuah film dengan kisah cinta Zainuddin dan Hayati yang menyayat hati. Kisah cinta mereka memang fiksi, namun perisiwa tenggelamnya kapal van Der Wijck itu benar-benar nyata.

Kapal Van Der Wijck tenggelam pada tahun 1936 di perairan Brondong, Lamongan. Tenggelamnya kapal yang sangat besar di zamannya itu menghebohkan publik Hindia Belanda.

Bahkan kabar itu sampai ke telinga Ratu Belanda, Juliana Louise Marie Wilhelmina.

Tenggelamnya kapal Van Der Wijck menyisakan kisah heroik dari para nelayan di Brondong. Wilayah yang kini berada di daerah pantai utara Kabupaten Lamongan itu sejak dulu sudah didominasi oleh masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan.

Profesi itu bahkan mampu membuat masyarakat di sana makmur sejak tahun 1930-an.

Kapal Van Der Wijck yang dinahkodai oleh seorang Belanda bernama Akkerman tenggelam saat sedang berlayar menuju Semarang. Lokasinya tidak jauh tempat para nelayan mencari ikan.

Mengetahui ada kapal besar yang mengalami musibah, para nelayan langsung gercep membantu. Menyelamatkan penumpang yang meminta pertolongan. Termasuk sang kapten.

Tindakan para nelayan itulah yang disebut oleh orang Belanda sebagai aksi heroik. Maka, untuk menghargai jasa para nelayan Brondong, Pemerintah Hindia Belanda memberikan hadiah berupa uang, sertifikat, dan monumen.

Monumen itu sampai sekarang masih berdiri di pinggir jalan, tepatnya di sebelah utara Jalan Deandles, Brondong, Lamongan.

Di monumen itu tertulis “Tanda peringatan kepada penoeloeng-penoeloeng waktoe tenggelemnja Kapal ‘Van Der Wijck’ ddo- 19–20 October 1936”

Namun, kabar buruk harus diterima oleh para pecinta sejarah kolonial. Monumen itu kini sudah sangat tidak terawat. Semak-semak tumbuh dengan bebas di sekitar lokasi tersebut.

Bahkan, monumen yang menjadi kebanggaan masyarakat Brondong itu kini tak lebih kokoh daripada sebuah candi yang dibangun ratusan tahun silam.

Beberapa bagian monumen mengalami retak-retak dan mungkin tidak lama lagi retakan itu akan semakin melebar. Selain itu, monumen itu dibangun dengan sebuah ruangan kecil di bawahnya.

Ruangan berbentuk persegi itu kini sudah tidak berbentuk dan hanya berisi semak, potongan kayu kecil, dan reruntuhan tembok monumen.

Di beberapa bagian catnya pun sudah mulai mengelupas. Monumen ini seperti tak ada harganya. Padahal, bangunan Belanda ini bukanlah bangunan biasa. Ia bisa berbicara banyak hal.

Mulai dari bukti primer peristiwa besar yang terjadi pada masa Hindia Belanda, hingga gambaran makmurnya masyarakat Lamongan utara pada masa lalu.

Sebuah surat kabar Hindia Belanda menuliskan bahwa pada masa itu, tim dari Surabaya datang ke Brondong untuk melakukan evakuasi terhadap korban.

Seorang wartawan ikut dalam rombongan tersebut dan mengatakan jika wilayah Brondong pada masa lalu adalah daerah yang sangat makmur, jalannya bagus, dan rumah-rumah warganya juga indah.

Itu semua kerena pekerjaan mereka sebagai seorang nelayan dan pemilik kapal.

Monumen Van Der Wijck adalah bukti sejarah satu-satunya yang dapat menghubungkan masyarakat pedesaan Brondong dengan peristiwa sejarah berskala nasional.

Pemerintah seharusnya sadar bahwa bangunan itu adalah aset yang sangat berharga.

Beberapa tahun yang lalu, Bupati Lamongan sempat meninjau monumen tersebut dan mengatakan akan melakukan revitalisasi situs sejarah tersebut.

Bahkan, saat bangkai kapal Van Der WIjck ditemukan, banyak media yang meliput dan mengungkap fakta tentang tenggelamnya kapal Van Der Wijck.

Namun, ternyata itu saja tidak cukup untuk membuat masyarakat ingat tentang pentingnya monumen tersebut.

Saya berharap pemerintah Kabupaten Lamongan bisa dengan cepat melakukan perbaikan dan renovasi terhadap monumen tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.

Jangan sampai aset kami itu rusak sehingga tak ada lagi situs sejarah yang bisa dibanggakan oleh warga nelayan Lamongan utara.

Posting Komentar untuk "Monumen Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Aset Lamongan yang Seharusnya Tidak Dibiarkan Rusak"