Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jangan Berharap Klitih Lenyap dari Yogya

Tidak lama dari hari ini, untuk pertama kalinya saya menjumpai peristiwa yang membikin jantung mau copot. 

Di sebuah jalan di salah satu kota Yogya, dekat dengan mall tempat anak UIN biasa mangkal, terdapat segerombolan pemuda bersepeda motor arogan. 

Mereka membawa bendera khas sebuah tim sepakbola lokal.

Mereka tengah berkonvoi. Tampak seperti merayakan sesuatu tapi dengan perasaan frustrasi dan emosi yang menyala-nyala. 

Tidak jauh dari tempat saya berdiri adalah sebuah jalan yang memang terkenal cukup macet di kota Jogja.

Rombongan itu mengamuk, tidak bisa jalan karena terjebak macet. Mendahului pun tidak bisa. Mereka akhirnya turun dari motor sembari menenteng sebuah tongkat panjang dengan bendera yang sudah tergulung. 

Berteriak, meratap, seperti seseorang yang baru saja ditinggal mati orang tuanya. Saya, dan beberapa orang di samping saya tidak benar-benar paham maksud dari teriakan itu.

Tidak lama, salah satu dari mereka berteriak lebih lebih kencang dari yang lain. Mengepakkan kedua tangan yang salah satunya membawa sebuah tongkat panjang. 

Ia berlari menuju sebuah kedai pisang goreng dan memukul salah satu meja kedai. Beruntung, karyawan di sana sudah berhasil masuk ke kedai sesaat sebelum pemukulan meja itu terjadi.

Salah satu pemuda tadi kemudian berlari gak karuan dan merobohkan beberapa motor yang tengah terparkir rapi.

Bagi saya yang sangat asing akan isu keributan, pemandangan ini begitu menohok dan membuat saya tidak habis pikir. Saya sama sekali tidak bisa menebak isi kepala orang-orang yang konvoi dan frustrasi tersebut.

Kalau dinilai dari apa yang dilakukan, sebetulnya mereka tidak lagi dikategorikan sebagai tindakan yang meresahkan. Lebih dari itu, ini menakutkan. 

Beruntungnya, saya dan orang-orang di samping saya tidak tiba-tiba dipukul dan diserang oleh segerombolan pemuda yang kacau itu.

Di malam yang sama, rupanya di media sosial sudah ramai dengan aksi kriminalitas yang lebih kejam: klitih. Sebuah kejahatan khas Yogya yang dari dulu sampai sekarang masih tetap saja lestari. 

Seorang wanita yang menjadi korban kejahatan jalanan itu menceritakan dengan detil tentang apa yang baru saja ia alami di jalanan Yogya.

Saya cukup heran, mengapa hal-hal seperti ini sulit sekali untuk diberantas? Salah satu jawaban yang kerap kali mencuat adalah karena sebagian besar pelaku kriminal di Yogya ini adalah bocah di bawah umur. 

Jadi, mereka masih dilindungi oleh hukum.

Namun, saya tidak bisa menerima. Walaupun mereka anak di bawah umur, tapi tindakan kriminalnya kerap menyakiti orang lain. Bahkan sampai menghabisi nyawa orang lain.

Ada juga yang bilang kalau pelaku klitih dan kriminalitas di Jogja ini sangat terstruktur dan susah untuk dilacak. 

Katanya, setiap gawai anak pelaku kriminal yang tertangkap itu diperiksa, polisi tidak pernah menemukan percakapan atau komunikasi yang mencurigakan. Sehingga eksistensi anggota gangster yang lain pun sulit untuk diungkap.

Saya yakin tidak ada orang yang percaya dengan asumsi yang kedua. Ini seolah-seolah justru merendahkan kualitas penegak hukum kita. 

Bagaimana tidak, pelaku terorisme yang kerap menyerang gereja saja mudah dideteksi, masa hanya secuil bocah-bocah bersenjata tajam saja tidak bisa diatasi?

Kejahatan klitih ini merupakan kejahatan lokal yang khas sekali dengan Yogya. Hampir tidak terjadi di kota-kota lain selain kota istimewa. 

Di mana-mana, pelaku kejahatan di jalanan adalah menyita barang-barang berharga dari korban, di Yogya, pelaku kriminal jalannya hanya melukai korban tanpa mengambil barang sedikit saja.

Ini khas sekali dan hanya terjadi di Yogya. Maka dari itu, saya menduga, penanganan dan upaya pencegahannya juga harus khas Yogya. 

Pokoknya yang di kota lain tidak ada. Bukan dengan patroli malam atau dengan operasi senyap, tapi sebuah penanganan yang sangat dekat dengan kita: terimo wae, rasah metu mbengi.

Ini adalah ciri dan identitas kita. Sebagai orang Jawa, saya pun sebetulnya paham seeperti apa seharusnya saya bersikap atas peristiwa yang akhir-akhir ini sering terjadi. 

Pokonya terima saja, sabar, jangan malah bikin gaduh. Tetap seduluran, dan tidak berlarut-larut dalam kemarahan.

Dulu saja, pas mahasiswa melakukan aksi menolak OMNIBUSLAW, orang-orang lokal melakukan aksi serupa tapi dengan suara yang berbeda. 

Mereka menolak kekerasan dan kerusuhan yang dilakukan oleh peserta aksi. Ini cukup menggambarkan bahwa masyarakat kita sangat nerimo lan legowo, mereka tidak suka akan keributan.

Atau bisa jadi sebetulnya penegak hukum ini sengaja tidak memberantas mereka secara masif, supaya masyarakat sendiri yang menangani. 

Ini bisa jadi sebuah solusi ketika penegak hukum tidak bisa menghukum mereka secara maksimal. Berikan saja masyarakat wewenang untuk membereskan kasus kriminal jalanan ini.

Kalau masyarakat diberikan wewenang untuk menghabisi, saya yakin, begajul-begajul selokan itu tidak akan berani lagi melakukan aksi kejahatan di jalanan Yogya. 

Tapi kalau kalau yang terjadi justru sebaliknya, ya, jangan berhadap klitih bisa lenyap dari Yogya!

Posting Komentar untuk "Jangan Berharap Klitih Lenyap dari Yogya"