Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

“Hati-hati di Jalan” adalah Bukti bahwa Kondisi Jalan di Indonesia Memang Perlu Diwaspadai

farihfanani.com

Melakukan perjalanan dengan menggunakan motor sejauh ratusan kilometer adalah hal yang biasa saya lakukan. Ini selalu terjadi ketika saya memutuskan untuk pulang kampung, rehat sejenak dari tugas dan tanggung jawab di luar kota.

Jarak yang biasa saya tempuh adalah sejauh 283 kilometer, jika dilakukan pulang pergi maka menjadi 566 kilometer. 

Kalau perjalanan itu saya lakukan secara vertikal ke atas, maka saya sudah bisa mencapai lapisan terluar dari atmosfer bumi. Sangat tinggi.

Bedanya, perjalanan vertikal tidak akan menemukan lubang yang terjal. Hanya meluncur ke atas tanpa harus memikirkan kacaunya jalanan yang selalu berujung pada kalimat “ah, pasti dikorupsi”.

Perjalanan horizontal saya di jalanan Indonesia terasa selalu menyebalkan. Hampir tidak pernah saya melakukan perjalanan tanpa terkejut menghindari lubang yang dalam. 

Selalu ada masa di mana saya kaget dan terpaksa harus membelokkan motor secara mendadak supaya tidak menghantam lubang.

Ini tentu membahayakan. Beruntung saya masih bisa menghindar, bagaimana kalau ada pengendara selain saya yang tidak sempat menghindar? 

Yang terjadi adalah roda motor mereka akan masuk ke lubang dengan kekuatan penuh sehingga menimbulkan hantaman yang memungkinkan pengendaranya celaka.

Hal itu membuat kepala saya tiba-tiba menyuguhkan kembali ingatan tentang kalimat yang dilontarkan orang-orang terdekat, sejenak sebelum saya berangkat, yaitu “hati-hati di jalan”.

Saya awalnya tidak berpikir apa-apa tentang ucapan itu. Tentu itu hanya bentuk kepedulian terhadap saya karena hendak melakukan perjalanan yang melelahkan. 

Saya pikir itu hanya sebuah ucapan template yang juga biasa orang lain ucapkan. Namun, rupanya saya salah. “hati-hati di jalan” adalah ungkapan penuh arti dan sangat perlu untuk diresapi.

Sepanjang jalan rusak, berlubang, dan bergelombang. Itu memaksa semua pengendara menaruh perhatian yang lebih pada kondisi jalan, alih-alih rambu lalu lintas. 

Dari sana saya yakin kalau ucapan “hati-hati di jalan” lahir karena di Indonesia, yang memang perlu diwaspadai adalah jalanannya, bukan rambu-rambu atau jaga jaraknya.

Sepanjang perjalanan, mata saya lebih sering memilih untuk menatap jalanan ketimbang kendaraan di depan saya. Selama menyetir, saya benar-benar harus memastikan bahwa jalan yang akan saya lewati bebas dari lubang.

Atas dasar itu, saya juga lebih mengerti mengapa ucapan “hati-hati di jalan” lebih dipilih ketimbang “hati-hati berkendara”.

Kemakluman saya juga rupanya didukung oleh kenyataan bahwa untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM), masyarakat pasti diminta untuk berkendara zigzag. 

Buat Anda yang tidak tahu fungsinya dan selalu mempertanyakan tes zigzag, Anda belum tahu saja kondisi jalanan Indonesia yang bukan di perkotaan.

Saya yakin keputusan untuk memberlakukan tes zigzag lahir karena pembuatnya tengah mendalami filosofi stoa. Mereka tidak berpikir tentang sesuatu yang tidak bisa mereka ubah, tapi selalu fokus pada hal yang bisa mereka kendalikan.

Polisi sebagai penegak hukum tentu tidak bisa mengelola anggaran untuk perbaikan jalan. Itu di luar kuasa mereka. 

Ajaibnya, mereka lebih memilih untuk membekali pengendara kita kemampuan untuk menghindari lubang. Itu terjadi tentu karena polisi kita sadar kalau jalanan Indonesia memang kacau.

Dalam hal ini, saya sepakat dengan polisi. Masyarakat Indonesia memang harus dibekali dengan kemampuan yang mumpuni untuk berkendara di jalanan. 

Ketimbang harus berkeluh kesah menyalahkan pemerintah karena kondisi jalanan yang tidak karuan, lebih baik belajar meningkatkan skill berkendara untuk menghindar dari ancaman-ancaman lubang jalanan.

Pungkasnya, orang Indonesia memang pintar sekali. Saya yakin semua kalimat yang diucapkan selalu berlatar dengan budaya dan kebiasaan masyarakatnya. 

Jadi, sebuah kalimat tidak akan lahir begitu saja tanpa latar belakang yang jelas. Alih-alih mengucapkan “hati-hati berkendara” orang lebih memiliih berucap “hati-hati di jalan”. 

Dengan segala maksud dan tujuan dari ungkapan itu, saya rasa “hati-hati di jalan” memang sangat tepat untuk disampaikan kepada orang Indonesia yang hendak melakukan perjalanan di jalanan tanah air.

Posting Komentar untuk "“Hati-hati di Jalan” adalah Bukti bahwa Kondisi Jalan di Indonesia Memang Perlu Diwaspadai"