Legenda Pangeran Mangkubumi dan Persembahan Keraton Jogja di Gunung Lawu
![]() |
| delpher.nl |
Sebuah sumber dari Belanda di Koran De Indiër tahun 05-06-1917, menuliskan jika keberhasilan Pangeran Mangkubumi (Hamengkubuwono I) mendirikan Kesultanan Yogyakarta merupakan hadiah dari roh di Gunung Lawu.
Oleh karena itu, upacara Labuhan yang diadakan setiap tahun oleh Keraton Jogja di Gunung Lawu adalah sebagai bentuk rasa terima kasih mereka terhadap roh Gunung Lawu. Tentu sumber ini tidak bisa ditelan mentah-mentah, dan perlu interpretasi lebih dari sejarawan dan sumber terkait.
Berikut ini narasi sejarah dan terjemahannya:
Een Legende.
Toen, na een oorlog van drie jaren tegen zijn rebelilschen broeder, den pangeran Mangkoe Boemi, de vorst van Mataram in 1749 overleed, vluchtte da vorstelijke opstandeling, geheel ontmoedigd door de ongunstige wending, die de zaken voor hem dreigden te nemen, naar den top van den goenoeng Lawoe, om zich daar te verbergen voor de handlangers der Compagnie en van zijn neef, den nieuwen vorst van het Mataramsche rijk, lezen wij inde Locom, Terwijl hij daar, inde onherbergzame woestenij doelloos ronddooide, verscheen hem een geest, die hem moed insprak en voorspelde, dat hij eens een machtig vorst zou worden, mits hij den krijg voortzette, in ruil voor deze belofte zwoer pangeran Mangkoe Boemi, dat hij, eenmaal vorst geworden, jaarlijks van zijn dankbaarheid tegenover den geest van den Lawoe blijk zou geven, door het zenden vaneen gezantschap, dat namens hem (en zijn opvolgers) op den top van den berg zou bidden en offeren. Daarna daalde de vluchteling den berg weer af en bleef tot 1755 in verzet, in welk jaar de oorlog eindigde met de splitsing van Mataram in twee deelen: Soerakarta en Jogjakarta. De berggeest had dus woord gehouden, de voorspelling was in vervulling gegaan de pangeran Mangkoe Boemi, oom van den toenmaligen vorst van Mataram was verheven tot eersten sultan van het rijk van Jogjakarta, Sedert werd door de sultans van dat rijk elk jaar trouw een gezantschap gezonden naar den top van de Lawoe om daar te bidden en te offeren. En Zaterdag, 26 dezer, zal de zevende sultan, 165 jaren na het ontstaan van het rijk van jogjakarta, wederom een gezantschap, bestaande uit 150 personen, van Jogja naar den goenoeng Lawoe zenden om daar den goeden berggeest te danken voor zijn bescherming en hulp.
Terjemahan:
Sebuah Legenda.
Ketika, setelah perang tiga tahun melawan saudara pemberontaknya, pangeran Mangkoe Boemi, pangeran Mataram, meninggal pada tahun 1749, pangeran pemberontak itu, yang benar-benar putus asa karena keadaan yang mengancamnya tidak menguntungkan, melarikan diri ke puncak Goenoeng Lawoe, untuk bersembunyi di sana dari antek-antek Perusahaan dan sepupunya, pangeran baru kekaisaran Mataram, seperti yang kita baca dalam Locom, Saat ia mengembara tanpa tujuan di tanah tandus yang tidak ramah itu, sebuah roh muncul kepadanya, yang memberinya semangat dan meramalkan bahwa suatu hari ia akan menjadi pangeran yang perkasa, asalkan ia melanjutkan perang. Sebagai imbalan atas janji ini, pangeran Mangkoe Boemi bersumpah bahwa, setelah ia menjadi pangeran, ia akan setiap tahun menunjukkan rasa terima kasihnya kepada roh Lawoe dengan mengirimkan utusan atas namanya (dan para penerusnya) akan berdoa dan mempersembahkan kurban di puncak gunung. Pengungsi itu kemudian turun gunung dan tetap berjuang hingga tahun 1755, tahun berakhirnya perang dengan pembagian Mataram menjadi dua bagian: Surakarta dan Yogyakarta. Roh gunung itu telah menepati janjinya; ramalan itu telah menjadi kenyataan. Pangeran Mangkoe Boemi, paman dari penguasa Mataram saat itu, diangkat menjadi sultan pertama Kerajaan Yogyakarta. Sejak saat itu, para sultan kerajaan tersebut dengan setia mengirimkan utusan ke puncak Lawoe setiap tahun untuk berdoa dan mempersembahkan kurban. Dan pada hari Sabtu, tanggal 26 bulan ini, sultan ketujuh, 165 tahun setelah berdirinya Kerajaan Yogyakarta, akan sekali lagi mengirimkan utusan yang terdiri dari 150 orang dari Yogyakarta ke Gunung Lawoe untuk berterima kasih kepada roh gunung yang baik atas perlindungan dan bantuannya.
Link Koran: De Indiër 05-06-1917


Posting Komentar untuk "Legenda Pangeran Mangkubumi dan Persembahan Keraton Jogja di Gunung Lawu"
Beri saran