Letusan Gunung Lawu 25 Hari Berturut-turut Tahun 1442
![]() |
| delpher.nl |
Gunung Lawu pernah meletus dahsyat pada tahun 1442. Hal itu tercatat dalam koran Belanda Soerabaijasch handelsblad tanggal 30-07-1937 berjudul
"De berg Lawoe met zijn vele namen Overleveringen bijeengegaard De heilige bron, die waarschuwde, als er een uitbarsting op komst was Interessante lezing in Sarangan" (Gunung Lawoe dengan berbagai namanya, tradisi yang terkumpul, mata air suci yang memberi peringatan ketika letusan akan terjadi, ceramah menarik di Sarangan) dan
"Vroegere erupties" (Letusan masa lalu)
Pada masa itu, ada seorang dari Surabaya bernama T. Altona, seorang pensiunan yang bertahun-tahun bekerja di sekitar Lawu dan tinggal di Sarangan. Ia mempelajari wilayah tersebut dan menuturkan asal-usul Sarangan dan tradisi serta letusan Gunung Lawu di masa lalu.
Berikut ini adalah narasi berita dan terjemahannya:
De berg Lawoe met zijn vele namen Overleveringen bijeengegaard De heilige bron, die waarschuwde, als er een uitbarsting op komst was Interessante lezing in Sarangan
(Van omen redacteur).
I. Te Sarangan heeft Woensdagavond de heer T. Altona uit Soerabaia, gepensionneerd houtvester, die jaren in de omgeving van den Lawoe heeft gewerkt en langdurig te Saj rangan vertoefde voor studie van de (streek, een lezing gehouden over het ontstaan van het meer van Sarangan en de geschiedenis van den Lawoe, waarvan de oudste, echt- Javaansche naam ' is Goenoeng Katong: „der bergen vorst", daarna in het Sanskrit, de oude taal der Hindoes, Mahendra genoemd, d.i. ..groote, hooge berg", om tenslotte na de geweldige eruptie van 1442 den naam te krijgen van Lawoe, welke beteekent: „de berg, waarvan een stuk i.s afgegleden."
Het was vroeger gebruikelijk om een vulkaan een anderen naam te geven als zijn werkzaamheid zich aanmerkelijk wijzigde. De veranderingen van den Lawoe worden verder in dit verslag behandeld.
De heer Altona begon zijn causerie met een inleiding, - waarop wij zelf eerst een inleiding moeten geven, omdat de studies van den spreker zoo iets aparts zijn, dat zij een overeenkomstige aandacht verdienen.
Niet de bekende historische feiten, handschriften en kronieken, noch oorkonden en oude Javaansche verhalen, zooals de Pararaton, het boek der koningen van Tumapel, werden uitgangspunt van zijn studie met aanvullend eigen en plaatselijk onderzoek. Zij werden slechts gebruikt ter c«ntróle van de door hem uit overleveringen nagespeurde feiten, waarbij hij een methode volgde, welke geheel afwijkt van wat algemeen bij geschiedkundig onderzoek gebruikelijk is. Dit zou nog niets bijzonders zijn als deze overleveringen zelf waren als een open boek, doch dat zijn ze niet. Zij zijn het tegendeel ervan, want verteld in een geheime taal, beter gezegd volgens een geheime taalmethode, waarin de op zichzelf niet geheimzinnige woorden een aruJere beteekenls hebben dan naar het spraakgebruik wordt uitgedrukt. Wat verteld werd, was bijv. verbloemd vastgelegd in namen. De beteekenls van een woord moest worden opgespoord door middel van andere woorden, welke men eruit kan afleiden door een bepaalde wijze van uitspreken. De grondslagen van die geheim te houden methode, welke „kerftta bcLsa" heet, zijn woordsplitsing en klankverwisseling en terug te vinden in een oud-Indisch (Hindoesch) geschrift, den Mandnkya Upanishad.
Vroegere erupties
De lezing, gehouden voor de vacantiebewoners van Sarangan op uitnoodiging van de vereeniging, welke de belangen van Sarangan en omgeving bevordert, ving na de Inleiding omtrent de boven vertelde grondslagen der geschiedkundige studie aan met het Jiun meest interesseerend onderwerp, het ontslaan van het om zijn schoonheid zoo bekende en gezochte meer, maar wij* nemen er eerst het gedeelte van cien Lawoe uit.
De Encyclopaedie van Ned. Indië vertelt bitter weinig van deze vulkaan en eigenlijk niet meer dan dat de berg 3265 M. hoog is en dat Junghuhn, die er een uitvoerige en werkelijk realistische beschrijving van gegeven heeft, op gezag van Mohr vermeldt, dat er 1 Mei 1752 een eruptie plaats had. Dit lijkt nogal kalm en toch heeft deze vulkaan niet lang tevoren zulk een ontzettende werking vertoond en rampen veroorzaakt. dat het geheele beeld der streek tweemaal veranderde.
In de tiende eeuw duurde een groote uitbarsting tien dagen achtereen en in 1442 zelfs 25 dagen aan één stuk, waarbij de Lawoe, zooals de heer Altona het uitdrukte, zich uitputte tot den huldigen dag. Het verhaal der geweldige vernieling is vastgelegd in de „karlta. b&sa", doch verbloemd om den berggeest niet opnieuw te vertoornen en den berg in wraak en woede weer te doen uitbarsten. In dat verhaal heeft de Lawoe den naam van Goenoeg Katong, wat zooals reeds gezegd: „der bergen vorst" beteekent. Hij was dan ook in omvang en hoogte de grootste berg van Midden Java. Wel loopt de grens van Oost en Midden Java over den Lawoe. doch de top ligt aan de Solo-zijde en aan den westkant spreekt men ook van de „berg van Solo". Naar de oude historie, aansluitende aan het begin onzer laartelling, viel de berg binnen het gebied van een in Midden Java gevestigd rijk. In deze periode moet de vulkaan geen buitengewone, hoewel voortdurende werkzaamheid getoond hebben. De top werd in den nacht steeds door een vurige gloed omger ven, vandaar de naam Argft Doemilah: „de altijd verlichte bergtop". De krater moet aan de zuidzijde van de top gelegen hebben en bestaan hebben uit een hooge ringwal, waarvan de noordelijkste helft nog ls. aan te wijzen.
Terjemahan:
Gunung Lawoe dengan berbagai namanya, tradisi yang terkumpul, mata air suci yang memberi peringatan ketika letusan akan terjadi, ceramah menarik di Sarangan
I. Di Sarangan, pada Rabu malam, Bapak T. Altona dari Surabaya, seorang pensiunan rimbawan yang bertahun-tahun bekerja di sekitar Danau Lawoe dan menghabiskan waktu lama di Sarangan untuk mempelajari wilayah tersebut, memberikan kuliah tentang pembentukan Danau Sarangan dan sejarah Danau Lawoe, yang nama Jawa tertua dan otentiknya adalah Goenoeng Katong: "pangeran gunung," kemudian disebut Mahendra dalam bahasa Sanskerta, bahasa Hindu kuno, yang berarti "gunung besar dan tinggi," dan akhirnya, setelah letusan dahsyat tahun 1442, menerima nama Lawoe, yang berarti "gunung yang sebagiannya telah terlepas."
Sebelumnya, sudah menjadi kebiasaan untuk memberi nama yang berbeda pada gunung berapi jika aktivitasnya berubah secara signifikan. Perubahan pada Danau Lawoe akan dibahas lebih lanjut dalam laporan ini.
Bapak Altona memulai kuliahnya dengan Pendahuluan—yang harus kita berikan pendahuluan terlebih dahulu, karena studi pembicara sangat unik sehingga layak mendapat perhatian yang sesuai.
Bukan fakta sejarah yang diketahui, manuskrip, dan kronik, maupun piagam dan cerita Jawa kuno, seperti Pararaton, Kitab Raja-Raja Tumapel, yang menjadi titik awal penelitiannya, dengan tambahan riset pribadi dan lokal. Semua itu hanya digunakan untuk memverifikasi fakta yang telah ditelitinya dari tradisi, mengikuti metode yang sepenuhnya menyimpang dari apa yang umumnya diterima dalam penelitian sejarah. Ini tidak akan aneh jika tradisi-tradisi itu sendiri seperti buku terbuka, tetapi kenyataannya tidak demikian. Justru sebaliknya, karena diceritakan dalam bahasa rahasia, atau lebih tepatnya, menurut metode linguistik rahasia, di mana kata-kata, yang sebenarnya tidak rahasia, memiliki makna yang lebih terselubung daripada yang diungkapkan dalam bahasa sehari-hari. Apa yang diceritakan, misalnya, dicatat secara eufemistis dalam nama-nama. Makna suatu kata harus ditelusuri melalui kata-kata lain, yang dapat diturunkan darinya melalui pengucapan tertentu. Landasan metode rahasia ini, yang disebut "kerftta bcLsa," adalah pemisahan kata dan perubahan bunyi, dan dapat ditemukan dalam kitab suci India (Hindu) kuno, Mandnkya Upanishad.
Letusan masa lalu
Ceramah yang diberikan kepada para wisatawan Sarangan atas undangan asosiasi yang mempromosikan kepentingan Sarangan dan sekitarnya, dimulai setelah pengantar tentang dasar-dasar studi sejarah yang telah disebutkan sebelumnya dengan topik paling menarik dari Jiun: penemuan danau yang begitu terkenal dan dicari karena keindahannya. Tetapi pertama-tama kita akan membahas bagian tentang Cien Lawoe.
Ensiklopedia Hindia Belanda hanya sedikit menyebutkan tentang gunung berapi ini, dan sebenarnya, tidak lebih dari itu, gunung ini memiliki ketinggian 3265 meter dan Junghuhn, yang memberikan deskripsi yang detail dan benar-benar realistis, menyatakan atas otoritas Mohr bahwa letusan terjadi pada tanggal 1 Mei 1752. Ini tampak cukup tenang, namun, belum lama sebelumnya, gunung berapi ini telah menunjukkan aktivitas yang sangat dahsyat dan menyebabkan bencana sedemikian rupa sehingga seluruh lanskap wilayah tersebut berubah dua kali.
Pada abad kesepuluh, letusan besar berlangsung selama sepuluh hari berturut-turut, dan pada tahun 1442 bahkan 25 hari berturut-turut, di mana Lawoe, seperti yang dikatakan oleh Bapak Altona, kehabisan energinya hingga hari kejadian. Kisah kehancuran dahsyat ini tercatat dalam "karlta. b&sa," tetapi disinggung agar tidak membuat marah roh gunung lagi dan menyebabkan gunung meletus sebagai pembalasan dan amarah. Dalam kisah itu, Lawoe disebut Goenoeg Katong, yang, seperti yang telah disebutkan, berarti "pangeran gunung." Oleh karena itu, gunung ini merupakan gunung terbesar di Jawa Tengah baik dari segi ukuran maupun ketinggian. Perbatasan antara Jawa Timur dan Jawa Tengah membentang di sepanjang Lawoe, tetapi puncaknya terletak di sisi Solo, dan di sisi barat, gunung ini juga disebut "Gunung Solo." Menurut sejarah kuno, setelah awal era kita, gunung ini termasuk dalam wilayah sebuah kekaisaran yang didirikan di Jawa Tengah. Selama periode ini, gunung berapi tersebut pasti tidak menunjukkan aktivitas yang tidak biasa, meskipun terus menerus. Puncak gunung itu selalu dikelilingi oleh cahaya yang menyala-nyala di malam hari, sehingga dinamakan Argft Dumilah: "puncak gunung yang selalu diterangi." Kawah itu pasti terletak di sisi selatan puncak dan terdiri dari benteng tinggi, yang separuh bagian paling utaranya masih dapat dilihat hingga sekarang
Link Koran: Soerabaijasch handelsblad (30-07-1937)


Posting Komentar untuk "Letusan Gunung Lawu 25 Hari Berturut-turut Tahun 1442"
Beri saran